Siti Horiah mencoba kuat, seperti hujan yang tidak pernah lelah jatuh berkali-kali!

Kamis, 29 Agustus 2013

MERBABU




                Teringat kata-kata seniorku dahulu “ Jika kamu ingin mengetahui sifat asli dari seseorang, maka lihatlah dirinya sewaktu dia sedang berbaris atau saat kau dan dia pergi bersama untuk kemping dan mendaki gunung.”  Kata-kata itu tak pernah aku lupakan dari dahulu hingga saat ini. Hingga beberapa pendakian gunung yang aku lalui sampai sekarang.
                Gunung itu adalah gambaran nyata alam raya yang keras, buas dan ganas dia hanya dapat ditaklukan oleh sebuah cinta. Ya, cinta kami para pendakinya yang senantiasa menjaga kelestarian dan keindahan isinya. Bukan gunung yang seharusnya kami takhlukan atau bukan juga dinginnya angin gunung yang kami terjal melainkan melawan keegoisan diri sendiri saat melakukan pendakian itu.



                Kali ini aku bersama ke empat temanku memutuskan untuk melakukan pendakian di Gunung Merbabu. Gunung dengan sejuta ke-eksotisan bunga edelweiss yang tumbuh abadi diatasnya. Gunung yang memiliki rute perjalanan lebih jauh dari gunung yang kudaki sebelumnya yaitu Gunung Merapi. Gunung yang bahkan baru kali ini kudengar namanya.
                Tujuanku dalam pendakian kali ini adalah untuk mengetahui sejauh apa kepribadianku dan beberapa temanku yang turut ikut dalam pendakian. Kami mendaki hanya agar bisa mengenal lebih dekat satu sama lainnya, ingin juga lebih dekat dengan Tuhan dengan segala keindahan lukisan alamnya.


                Lelah bukan hanya sekedar lelah, keringat, dan dingin yang merasuk tulang saat panasnya terik sinar matahari menerpa kami para pendaki. Namun hal tersebut bukanlah penghalang bagi kami untuk menghentikan langkah kecil kami yang pasti untuk bisa sampai ke puncak Merbabu. Sejak garis start kami memulai pendakian, terlihat semangat para pejuang puncak Merbabu di mata para patner pedakianku. Aku satu-satunya wanita dan aku satu-satunya orang disitu yang memiliki rasa pesismis kalau aku bisa mendaki sampai puncak. Bukan rasa lelah yang aku takuti, hanya saja aku tidak bisa sedikit mengontrol rasa manja kulitku itu terhadap udara dingin.
                Aku yang terbiasa tidur nyenyak diatas kasur dengan selimut tebal kesayanganku, harus mau dan kuat untuk tidur menyatu dengan tanah di atas gunung serta harus ikhlas menerima terpaan angin gunung yang dahsyat dinginnya belum pernah aku rasakan. 5 derajat celcius dinginnya udara yang kami prediksi sendiri di atas sana. Tenda yang telah kami dirikan bersama untuk tempat kami beristirahat tidak lagi mampu berdiri tegak karena terpaan angin yang sangat kencang. 




 Sedikit demi sedikit kaki kecil ini melangkah yang ditemani dengan ocehan kecil canda tawa dari teman-temanku. Pemandangan indah disamping kanan kiri yang ku lihat ternyata tidaklah lebih indah dari pertemanan kami. Walau rasa lelah menimpa kami, namun dengan melihat simpul senyum teman-temanku itu rasa sakit pada kakiku ini hilang seketika. Berkali-kali aku jatuh saat mendaki, berkali-kali itupun juga aku menemukan kehangatan pertemanan didalamnya.  Tak ada sedikitpun langkah demi langkah kami yang tidak diiringi dengan  kegembiraan dan kesetiaan satu sama lain. Sampai pada akhirnya kami tiba di pos ke-dua, pos dimana kami akan mendirikan tenda kami.

  

“Apa yang ada didalam tenda tidak boleh sampe keluar!” pernyataan ini yang sering kami utarakan saat kami berbagi cerita satu sama lainnya. Saling bertukar masalah dengan sejuta emosi didalamnya, padahal sebelumnya kami berlima tidak pernah memiliki hubungan sedekat ini. Kehangatan didalam tenda seperti ini tidak pernah aku rasakan, candaan kecil dari teman kami ternyata dapat memadamkan api emosi yang sedang kami rasakan. Sesaat semua beban pikiran yang ditanggung pun hilang terbawa angin gunung malam itu yang cukup kencang.
                ‘LEBIH DEKAT DENGAN TUHAN, LEBIH DEKAT DENGAN ALAM DAN LEBIH DEKAT DENGAN TEMAN’ kata-kata itulah yang menggambarkan perjalanan pendakian Gunung Merbabu kemarin, bukan puncak yang kami takhlukan namun keegoisan dalam diri ini dan bagaimana belajar menjaga satu sama lain. Nikmat pendakian kali ini yang aku dapatkan adalah kalian teman-teman yang ternyata setia menemani pendakian kali ini, teman yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya. Kehangatan kekeluargaan dalam pertemanan yang aku dapatkan dari kalian telah cukup membuat mereka para bunga keabadian edelweiss iri. Banyak pelajaran yang dapat aku ambil dari pendakian kali ini. Pelajaran menghargai sesama, memberi, menolong dan bekerjasama.