Teringat
kata-kata seniorku dahulu “ Jika kamu ingin mengetahui sifat asli dari
seseorang, maka lihatlah dirinya sewaktu dia sedang berbaris atau saat kau dan
dia pergi bersama untuk kemping dan mendaki gunung.” Kata-kata itu tak pernah aku lupakan dari
dahulu hingga saat ini. Hingga beberapa pendakian gunung yang aku lalui sampai
sekarang.
Gunung
itu adalah gambaran nyata alam raya yang keras, buas dan ganas dia hanya dapat
ditaklukan oleh sebuah cinta. Ya, cinta kami para pendakinya yang senantiasa
menjaga kelestarian dan keindahan isinya. Bukan gunung yang seharusnya kami
takhlukan atau bukan juga dinginnya angin gunung yang kami terjal melainkan
melawan keegoisan diri sendiri saat melakukan pendakian itu.
Kali
ini aku bersama ke empat temanku memutuskan untuk melakukan pendakian di Gunung
Merbabu. Gunung dengan sejuta ke-eksotisan bunga edelweiss yang tumbuh abadi
diatasnya. Gunung yang memiliki rute perjalanan lebih jauh dari gunung yang
kudaki sebelumnya yaitu Gunung Merapi. Gunung yang bahkan baru kali ini
kudengar namanya.
Tujuanku
dalam pendakian kali ini adalah untuk mengetahui sejauh apa kepribadianku dan
beberapa temanku yang turut ikut dalam pendakian. Kami mendaki hanya agar bisa
mengenal lebih dekat satu sama lainnya, ingin juga lebih dekat dengan Tuhan
dengan segala keindahan lukisan alamnya.
Lelah
bukan hanya sekedar lelah, keringat, dan dingin yang merasuk tulang saat
panasnya terik sinar matahari menerpa kami para pendaki. Namun hal tersebut
bukanlah penghalang bagi kami untuk menghentikan langkah kecil kami yang pasti
untuk bisa sampai ke puncak Merbabu. Sejak garis start kami memulai pendakian,
terlihat semangat para pejuang puncak Merbabu di mata para patner pedakianku.
Aku satu-satunya wanita dan aku satu-satunya orang disitu yang memiliki rasa
pesismis kalau aku bisa mendaki sampai puncak. Bukan rasa lelah yang aku
takuti, hanya saja aku tidak bisa sedikit mengontrol rasa manja kulitku itu
terhadap udara dingin.
Aku
yang terbiasa tidur nyenyak diatas kasur dengan selimut tebal kesayanganku,
harus mau dan kuat untuk tidur menyatu dengan tanah di atas gunung serta harus
ikhlas menerima terpaan angin gunung yang dahsyat dinginnya belum pernah aku
rasakan. 5 derajat celcius dinginnya udara yang kami prediksi sendiri di atas sana. Tenda yang telah kami dirikan bersama untuk tempat kami beristirahat tidak lagi mampu berdiri tegak karena terpaan angin yang sangat kencang.
Sedikit demi sedikit kaki kecil
ini melangkah yang ditemani dengan ocehan kecil canda tawa dari teman-temanku.
Pemandangan indah disamping kanan kiri yang ku lihat ternyata tidaklah lebih
indah dari pertemanan kami. Walau rasa lelah menimpa kami, namun dengan melihat
simpul senyum teman-temanku itu rasa sakit pada kakiku ini hilang seketika.
Berkali-kali aku jatuh saat mendaki, berkali-kali itupun juga aku menemukan
kehangatan pertemanan didalamnya. Tak
ada sedikitpun langkah demi langkah kami yang tidak diiringi dengan kegembiraan dan kesetiaan satu sama lain.
Sampai pada akhirnya kami tiba di pos ke-dua, pos dimana kami akan mendirikan
tenda kami.
“Apa yang ada didalam tenda tidak
boleh sampe keluar!” pernyataan ini yang sering kami utarakan saat kami berbagi
cerita satu sama lainnya. Saling bertukar masalah dengan sejuta emosi
didalamnya, padahal sebelumnya kami berlima tidak pernah memiliki hubungan
sedekat ini. Kehangatan didalam tenda seperti ini tidak pernah aku rasakan,
candaan kecil dari teman kami ternyata dapat memadamkan api emosi yang sedang
kami rasakan. Sesaat semua beban pikiran yang ditanggung pun hilang terbawa
angin gunung malam itu yang cukup kencang.
‘LEBIH
DEKAT DENGAN TUHAN, LEBIH DEKAT DENGAN ALAM DAN LEBIH DEKAT DENGAN TEMAN’
kata-kata itulah yang menggambarkan perjalanan pendakian Gunung Merbabu
kemarin, bukan puncak yang kami takhlukan namun keegoisan dalam diri ini dan
bagaimana belajar menjaga satu sama lain. Nikmat pendakian kali ini yang aku
dapatkan adalah kalian teman-teman yang ternyata setia menemani pendakian kali
ini, teman yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya. Kehangatan kekeluargaan
dalam pertemanan yang aku dapatkan dari kalian telah cukup membuat mereka para
bunga keabadian edelweiss iri. Banyak pelajaran yang dapat aku ambil dari
pendakian kali ini. Pelajaran menghargai sesama, memberi, menolong dan
bekerjasama.
0 Obrolan:
Posting Komentar