Matahari tak pernah Permisi
“Dreett…dreeett…drettt.”
Getar handphone itu lagi-lagi mengalihkan lamunanku.
Papin: Kamu lagi dimana?
Udah makan?
Reply: Kos, udah.
“Kenapa sih harus dia yang sms gue? kaya gak ada orang lain aja.”
Celotehku kesal kepada Andin sahabatku.
“Please deh, bales sms-nya jangan
jutek-jutek gitu dong Rin. Dia tuh baik loh sama lu, kenapa sih lu gak
kasih kesempatan aja dulu buat dia?” Tutur Andin lembut padaku.
“Apa, kesempatan? Enggak deh ah, gue ini masih trauma. Lu kan tau Din gue baru di PHP-in sama senior lu
yang busuk itu.” Tolakku keras, ketika mendengar tawaran Andin agar aku mencoba
membuka pintu hati pada Papin.
***
“Dreett…dreeett…drettt.”
Getaran hanphone itu terus berbunyi tanpa
henti seiring dengan desahan sesak nafasku, kepalaku seketika pusing, hanya
gelap dan sulitnya bernafas yang kiniku rasakan. Jangankan untuk mengambil
handphone yang berdering di meja samping tempat tidurku, untuk bernafas saja
aku kesulitan. Rasanya seperti malaikat maut sudah berada didepan tubuhku dan
sudah bersiap mencabut nyawaku dari jasad yang berlumur dosa ini. Yang ada hanyalah
kepasrahan dan berharap ada seorang malaikat baik yang datang menolong dan
mencegah malaikat maut itu mencabut nyawa ini.
***
Papin : Jga diri baik2 yah Rin, obatnya ada diatas meja kecil smping itu. Kalau
mau makan telepon gue aja, nanti gue bwin makanan. Jngn bnyk aktifitas dulu, istirahat aja yang cukup. Jangan
biarin selimut lepas dari badan lo yah Rin. Gue
ke kampus dulu, sore gue kesana lagi.
:)
Kepalaku terasa sangat pusing, namun
aku sudah mampu merasakan leganya saluran pernapasan ini. Entahlah aku lupa
akan semuanya, bahakan aku lupa sudah seberapa lama aku berada di atas tempat
tidur ini. Apakah barusan itu benar-benar telah terjadi sebuah negoisasi antara
malaikat baik dan malaikat pencabutnyawa, dimana negoisasinya itu telah
dimenangkan oleh malaikat baik. Ah entahlah, yang penting sekarang aku selamat.
Tapi kenapa harus SMS dari Papin yang hanya masuk ke dalam Inbox handphoneku.
“Masa iya papin yang jadi malaikat
baiknya, dan dia yang ngajak negoisasi malaikat mautnya?” Lamunanku yang buruk ini ternyata mampu mengantarkan
aku untuk membalas pesan singkat Papin.
Reply : Aku pusing, kamu bisa kesini sekarang?
Entahlah kenapa aku ingin sekali
agar dia bisa berada disini sekarang juga. Bisa menemaniku dan menghilangkan
rasa sakit ini dari tubuhku. Akhirnya satu menit, lima menit, dan sepuluh menit, masih tetap berada dengan
lamunanku barusan aku menunggu balasan SMS dari Papin.Alhasil lagi-lagi aku
hanya mendapat kekecewaan yang mendalam, karena sampai detik ini juga dia tidak
membalas SMS ku.
“Clek..” seketika kamar kosku
menjadi terang.
Akhirnya Papin datang dengan
membawakanku sebungkus makanan. Lamunanku barusan seketika hilang, entahlah
saat ia datang aku merasakan kalau dia adalah sosok Sang matahari yang terbit
dan menyinari bumi ini dengan kehangatannya.
***
“Lo jadian sama Papin?” Sapa Andin
tiba-tiba kepadaku.
“Hah? Enggaklah gila! Ngapain juga?
Kayak gak ada cowok lain aja.” Jawabku ketus.
“Sumpah yah, lu jangan bohong sama gue
Rin. Emang kemarenan gue gak ngeliat
kalian berdua jalan, apa?” Ancamnya padaku sambil tersenyum seperti orang jahat
yang akan menculik anak kecil.
“Ih gila lu yah!” Jawabku sambil membungkam mulut Andin keras-keras, karena
aku takut berita ini tersebar kemana-mana.
Andin itu sudah menjadi sahabatku
yang paling setia semenjak kita berdua masih duduk di bangku sekolah
dasar.Ternyata kita memang sudah bersahabat sangat lama, iya mulai dari
jamannya anak SD takut sama badut sampe jaman sekarang yang dimana anak SD-nya
sudah gak pernah liat badut lagi. Tidak ada satu halpun didunia ini yang dapat
aku sembunyikan dari Andin. Hingga pada akhirnya, mau tidak mau akupun harus menceritakan
keadaan yang sesungguhnya kepada Andin tentang perasaanku pada Papin.
“Kamu tahu mataharikan din? Bagi gue Papin adalah sang matahari itu, dia
datang tanpa permisi dalam kehidupan ini. Hanya dia yang mau datang lebih pagi
untuk menemui gue bahkan dia datang
ketika yang lainnya baru mau terlelap meninggalkan gue untuk beristirahat. Papin itu kaya matahari, dia gak pernah
bilang mau menyinari kehidupan gue,
dan tanpa gue sadari hangat sinarnya
selalu ada buat gue. lu pasti tahu kan Din, makhluk hidup itu
gak akan pernah bisa hidup tanpa Sang Surya itu.” Kataku pada Andin sambil
tersenyum lirih mengingat dulu aku yang sama sekali tidak bisa menerima
kehadiran Papin dalam kehidupan ini.
“Semoga lu gak hanya terbawa arus perasaan lu saat ini aja yah Rin, inget cinta itu kaya mainan, dia bisa
cepet rusak kalau gak dijaga.” Jawab sahabatku satu ini dengan sangat bijak.
Sebenarnya aku pun masih bingung
dengan perasaanku ini pada Papin, kali ini aku benar-benar telah dijerumuskan
oleh Sang waktu. Iya, waktu yang membuatku menjilat ludahku kembali. Padahal
dahulu itu aku enggan sekali untuk membalas sapaan kecilnya sekalipun, namun
kini aku yang berbalik memeluknya tulus, dengan harapan penuh kalau Papin itu
tidaklah sama dengan cowok kebanyakan.
“Biarin aja deh Din, gue mau ngikutin permainannya si Papin
ini dulu. Sebenernya gue gak terlalu suka
sama dia. Yah karena sekarang emang cuma ada matahari yang mengisi kegelapan
hati gue, ya kenapa gak dijalananin aja
dulu. Ya kan Din?” Akuiku padanya.
“Udah gue duga, lu tuh cuma
kebawa perasaan doang Rin. Hati-hati loh yah kalo Sang waktu udah marah,
mungkin lu akan terjebak di labirin
permainan yang lu buat sendiri.”
Peringat sahabat terbaikku.
Ya Tuhan, apa yang salah dengan
perasaan ini. Aku hanya masih trauma dengan perlakuan seniorku yang hanya
memberi harapan palsu, dan aku hanya tidak ingin semuanya terulang kembali. Besar
sekali harapanku kalau Matahari itu akan selalu bersinar sepanjang waktu
untukku.
***
Papin : Selamat tidur Peri kecilku. Esok mataharikan
kan menyambutmu dan menyinarimu
sepanjang hari. Miss you Arin :*
Reply :
Iya Papin sayang . . .
Banyak yang harus diperbaiki dalam
hubungan kita berdua, mungkin semua terlihat baik-baik saja. Namun sinar Sang
Surya yang terlalu terik membakar kulit ini, entahlah sinar yang mananya. Semua
yang Papin berikan kepadaku hanyalah terlihat fana. Aku tidak mendapatkan
apapun dari hubungan ini , bagiku Matahari hanya mampu bersinar tidak pernah
menyapa diriku. Sesekali sinarnya tertutup awan mendung keraguan dalam diriku,
apa yang diinginkannya? Kali ini aku benar-benar telah jatuh dan terjebak dalam
permainanku sendiri. Mengapa papin tidak kunjung mengungkapkan rasa cintanya.
Apa yang salah denganku? Kali ini matahari benar-benar membuatku takut
menatapnya.
***
Papin :
Sasa sayang, kamu udah pulang?
Kali ini harus lagi-lagi yah aku
berpikiran kalau semua cowok itu sama. Ternyata benar dugaanku selama ini,
Matahari tidak akan pernah terus berada disini masih ada belahan bumi lainnya yang
perlu dia sinari. Selama ini aku benar-benara melupakan hukum alam, aku lupa
kalau matahari hanya tenggelam untuk terbit di tempat yang lain.
Reply :
Kali ini aku benar-benar jatuh kedalam lubang yang sama. Mungkin kemarin kamu
yang menolongku dari dalam jurang sana, tapi sayang kali ini kamu yang
mendorongku kembali kesana. Kamu gak pernah salah, dan aku juga gak salah. Aku
memang yang membuat permainan ini dan
kali ini aku yang terjebak dan tidak bisa keluar dari permainan ini. Semua
hanya salah Sang waktu, karena kamu datang diwaktu yang tepat. Terimakasih,
kamu hebat dan aku bodoh.
pecah bosss! wkwkwkwk
BalasHapusactually he's not the sun.
he's the pluto.
who cares about the pluto?
It's not even a planet.
it's (and he's) too little to be noticed~ wkwkwkwk :Pv *nooffense