Kamis, 19 Mei 2016

Dibalik ‘Meja Telepon Ibu’



Mungkin banyak beberapa dari teman ataupun orang lain disana merasa bangga dengan kelulusan saya. Kelulusan seorang penulis cerita pendek ‘Meja Telepon Ibu’ yang sempat menghebohkan dunia sosial. Semoga cerita itu tidak menimbulkan prasangkan buruk dibenak kalian semua. Malam ini, setelah sekian lama tidak menulis dan bercerita saya akan menceritakan tentang kisah kemarin.

'Meja Telepon Ibu' Itu adalah cerita singkat perjalanan saya untuk meraih cita-cita pendidikan yang saya rasa harus diperjuangkan oleh semua orang tanpa terkecuali, karena kita semua tahu bahwa menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban terlepas dari niat mengubah kesejahteraan hidup. Ya, itu hanya sebuah cerita pendek yang menjuari lomba KAMAKARYA yang diselenggarakan oleh Bidikmisi UGM. Saya tidak pernah berniat untuk mempublikasikan cerita itu, bahkan saya akan meminta panitia untuk tidak mempublikasinya. Saya merasa khawatir jika tulisan itu sampai tersebar, saya takut jika saya dirasa membuka aib keluarga saya yang selama itu sahabat terdekat saya tidak mengetahui banyak hal, saya pun merasa kelelahan jika saya harus menerima belas kasihan dari beberapa orang jika semua tahu hal tersebut.

 Penganugerahan Juara-1 Lomba Cerpen

                Namun, takdir Allah berkata lain. Semua tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan. Cerita itu terpublikasi dengan sengaja oleh Dosen saya, yaitu Bapak Ahmad Agus Setiawan. Beliau merasa bangga dengan adanya prestasi tersebut sehingga beliau meminta saya untuk menulis berita terkait lomba itu dan mempublikasikannya. Ya, saya sedikit syok, kaget dan rasanya saat itu ingin menghilang beberapa saat dari hadapan kalian semua. Saya khwatir terhadap respon yang akan muncul nantinya. 

                April 2013 dimana perjuangan itu menjadi sangat panjang namun terasa ringan. Setelah rilis dan terbitnya cerita yang panjangnya hanya 8 halaman itu, saya merasa saat itu dunia melirik masadepan saya dan bukan lagi membicarakan masa lalu saya kemarin itu. Cerita itu tersebar dengan cepat keseleruh penjuru dunia, heem sedikit lebay, tapi memang seperti itu faktanya. Dalam satu jam postingan, cerita itu di ‘unggah’ oleh lebih dari 1000 kali pembaca, share dan like yang mereka berikan sudah saya lupa jumlahnya, ratusan kalau tidak salah. Satu, dua, tiga hari hingga 1 minggu sejak postingan cerita itu, postingan dan sharean itu sudah tersebar dan diunggah lebih dari 70.000 pembaca. Notifikasi masuk mencapai 2000an, telepon dan sms masuk dari dalam dan luar negeri sampai saya tidak membalasnya satu-satu. Ya, begitu yang terjadi singkatnya. Sejauh itu, akhirnya kekhawatiran saya mulai berkurang.
                Itu respon dari orang-orang luar yang tidak mengenal saya, lalu bagaimana respon teman sekitar? Ya, banyak dari mereka yang kaget. Bukan karena sulitnya perjuangan saya, mereka hanya tidak menyangkan bahwa orang yang katanya paling ‘ceria’ dan tidak pernah lelah bermain ini memiliki kisah hidup yang sangat keras. Mereka merasa saya adalah pembohong hebat yang bisa menyembunyikan ‘kesulitan’ itu rapat-rapat. Kata mereka saya tidak pernah terlihat sebagai orang yang memiliki beban hidup sebesar itu. Ya, itu kata beberapa dari mereka.
                Itulah sekilas yang terjadi di hidup saya. Jadi setelah hari itu, saya tidak pernah menyianyiakan kesempatan sedikitpun.



  Pertama kali naik pesawat buat syuting Trasn 7



Cuplikan 'Pasti Ada Jalan'

 Seminar pertama dari AIESEC UNDIP bersama pembicara hebat lainnya


Beberapa penghargaan lainnya



Berlanjut setelah boomingnya kisah itu, yang bahkan dijadikan soal ujian Praktek sebuah sekolah SMA. Saya sering diundang menjadi pembicara motivasi, padahal saya merasa bahwa saya bukanlah orang yang pantas untuk melakukan hal tersebut. Tapi saya sadar, sekecil apapun yang saya lakukan semoga tidak ada lagi siswa-siswa SMA di Indonesia yang takut untuk meraih pendidikan tingginya di jenjang Universitas. Selain ilmu, pesahabatan, pengalaman dan guru baru akan kamu dapatkan disini. Ternyata mencoba hal yang baru adalah sesuatu yang menyenangkan. Kepanikan yang kita khawatirkan sebenarnya adalah musuh terbesar kita untuk meraih apa yang kita inginkan

2 komentar:

  1. Maaf, apakah frasa ini sudah sesuai maksud penulis:
    "semoga tidak ada lagi siswa-siswa SMA di Indonesia ini yang tidak takut untuk meraih pendidikan tingginya"

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah penulis meja telepon ibu sekarang sudah sarjana :)

    BalasHapus