Siti Horiah mencoba kuat, seperti hujan yang tidak pernah lelah jatuh berkali-kali!

Rabu, 07 September 2016

Bertahan Hidup di Perantaun dengan 600 ribu? Mahasiswa Bidikmis harus kuat





                Apa bisa kita hidup mandiri di tanah orang? Bagaimana caranya hidup tanpa asupan dana dari orang tua? Pertanyaan – pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang selama ini sering ditanyakan pada saya, baik secara langsung maupun via media sosial. Mohon maaf saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu secara langsung dan detail. Semoga postingan ini bisa memberikan jawaban atau bisa menjadi pembuktian bahwa ada orang yang ternyata bisa hidup bertahan dengan keterbatasan dana.
***



                JOGJA dan dunia kampus mengajarkan saya banyak hal. Teman dan ilmu adalah bekal saya untuk bisa hidup, sedangkan keluarga adalah alasan utama saya harus bertahan. Hidup itu keras? Saya jawab iya, tapi kerasnya tekad kita akan mengalahkan segalanya. Tinggal bersama orang lain berbeda dengan tinggal keluarga sendiri, itu adalah hal yang tidak bisa dipungkiri sekalipun kamu tinggal bersama saudara. Saya anak pertama dan kamu adalah anak terakhir, adakah yang membedakan cara bertahan hidup? Saya jawab tidak, pengalaman mengajarkan segalanya, kedewasaan adalah keharusan, dan bertahan adalah pilihan.
                Ada seorang mbak-mbak di kampus yang bilang “Tidak ada yang salah dalam sebuah pilihan, yang salah adalah jika kita tidak mempertanggungjawabkan pilihan itu.” Kuliah dan merantau ke Jogja adalah pilihan hidup saya, bukan orang tua saya. Lalu siapakah yang bertanggung jawab penuh dalam kehidupan kedepannya? Ya jelas adalah diri saya. Saya memutuskan untuk kuliah dan pergi jauh dari orang tua, padahal orang tua telah menyarankan bekerja agar saya memiliki penghasilan. Walau sedikit penghasilan lulusan anak SMA setidaknya semua lebih pasti ketimbang kuliah yang entahlah bagaimana nantinya.
                Mendaftar beasiswa full (bidikmisi) merupakan langkah pertama yang saya ambil agar saya bisa bertahan hidup saat kuliah, setidaknya saya tidak perlu pusing untuk membayar SKS, BOP dan mendapat uang saku selama 4 tahun kedepan. Lalu bagaimana jika masa kuliah saya melebihi 4 tahun? Saya rasa itu bisa saya pikirkan ditahun terakhir.
                Masa dimana semua mahasiswa baru kampusku hidup bahagia. Diantar orang tuanya ke Jogja, membawa beberapa koper pakaian baru yang nantinya akan dipakai kuliah, membeli perlengkapan baru untuk mengisi kamar kos mereka dan tidak lupa berjalan-jalan ria bahagia menikmati kota pelajar ini dengan keluarga besar mereka. Saya memang tidak bisa seperti mereka tapi saya harus sebahagia mereka. Saya harus tetap berangkat ke Jogja walaupun sendirian. Saya harus memiliki tempat tinggal lengkap dengan isinya walaupun tidak di kamar kos pribadi. Saya dan ayah mencoba mencari channel agar saya bisa masuk di asrama daerah, setidaknya saya tidak perlu mengeluarkan uang banyak dalam hal tempat tinggal.
                Mendapat uang saku sebesar 600 ribu rupiah adalah hal yang sangat istimewa bagi saya, nominal itu adalah nominal terbesar yang pernah saya terima kala itu. Lama-lama saya mencoba menghitung apakah saya bisa bertahan dengan uang sebesar itu, atau saya butuh sumber dana lain. Saya mencoba membandingkan uang saku saya dengan teman saya, ternyata fantastic sekali besar nominal uang saku teman-teman. Ada yang satu juta perbulan, dua hingga lima juta perbulan.
                Saya tidak bisa menjabarkan bagaimana cara saya memanfaatkan rupiah demi rupiah. Saya hanya akan bercerita bagaimana gaya hidup yang saya jalankan dengan uang saku sebesar itu. Mungkin ini bisa jadi tips bagi kalian nantinya, atau hanya jadi perbandingan. Silahkan! Saya hanya bercerita kok.
                Hidup sederhana, sadar dengan kemampuan diri dan tidak berkaca pada orang lain adalah cara saya bertahan hidup. Saya mencoba hidup sederhana dengan tidak mundur dari lingkungan sosial. Saya selalu selalu berusaha menyempatkan waktu untuk ikut bermain dengan teman-teman, makan bersama bahkan pergi belanja dengan mereka. Harus sama tapi tidak persis itu yang saya maksud tidak berkaca pada orang lain tapi mencoba hidup satu frame dengan mereka. Gitu sih intinya.
                Gini deh, misalnya saya dan teman saya sama-sama memiliki uang 10 ribu rupiah. Kami ingin makan roti yang harganya 8 ribu rupiah. Teman saya mampu membelinya begitupun saya, tapi apakah saya harus sama persis dengan teman saya membeli roti yang 8 ribu itu? Enggak ada kewajibannya kok. Masih ada roti atau makanan yang lain yang harganya lebih rendah dan saya lebih memilih untuk membelinya. Setidaknya saya masih punya uang lebih hasil selisih harga roti 8 ribu itu dimana selisih uang tersebut bisa saya sisihkan nantinya untuk membeli barang yang saya inginkan. Inilah sederhana, sadar diri dan tidak berkaca dengan orang lain yang saya maksud. Selagi kamu masih bisa hidup dan sehat dengan makanan dan tempat tinggal murah kenapa kamu harus memilih yang lain.
                Cara lain saya bertahan hidup dengan uang saku yang minim adalah dengan meminimalisir dana namun bisa ‘sekelas’ dengan orang kaya. Kalau dihitung-hitung saya rasa memang uang 600 ribu itu tidak cukup untuk bertahan hidup. Kita perlu membayar kos, makan selama 30 hari, uang transport, foto copy an, laundry an, uang bedak bayar kas, bayar denda, uang pacaran *eeh, uang main dan lainnya. Semoga setelah postingan ini uang saku untuk anak bidikmisi naik yah. Hehe
                Bisa hidup ‘sekelas’ orang kaya itu maksudnya adalah kita sama-sama makan 2 kali sehari, sama-sama minum susu, sama-sama pakai baju wangi laundry an, punya bahan kuliah yang sama dan sama-sama bisa tidur nyenyak malam hari. Udah kebayang belum? Udah ya.
                Waktu jaman kuliah sih, saya mencoba save beberapa uang saya untuk membeli penanak nasi, gallon air, motor, setrika, buku-buku kuliah bahkan laptop keluaran terbaru. Nah loh kok bisa belanja barang sebanyak itu? Alhamdulillah bisa. Pakai uang apa? Pakai uang bidikmisi dan ditambah sedikiiiiit lagi keringat.
                Setiap kali saya makan, setiap kali juga saya masak. Saya gak punya waktu banyak dan belum ahli masak jadi saya hanya masak nasi. Lumayan loh satu kilo beras yang harganya 10 ribu bisa buat makan saya 1 minggu dan untuk lauk + sayur nya saya hanya menghabiskan uang 7 ribu sehari. Itu saya udah bisa 2 kali makan sehari. Hayoo coba dihitung berapa biaya yang saya keluarkan dalam satu minggu? Kalau makan diluar, sekali makan aja minimal kita bisa menghabiskan uang 15 ribu rupiah. Banyakkan selisihnya, makanya saya masih bisa membeli banyak barang dari hasil selisih pengeluaran itu.
                600 ribu itu saya akuin memang ga cukup buat hidup, walau itu di Jogja loh. Seperti yang saya bilang tadi, kita butuh sedikiiiit lagi keringat buat bertahan hidup. Sedikit itu segimana? Ya sedikit, ga banyak. Saya terbilang memiliki kesibukan yang padat di kampus, jadi saya tidak bisa memilih untuk bekerja atau part time di café dan restoran. Jadi saya lebih memilih membuat beberapa cerpen, karya ilmiah dan tulisan untuk saya sertakan dalam beberapa perlombaan. Hasilnya lumayan banget loh, kalau karyamu terkenal sekali saja terbit maka royalty bisa turun hingga bertahun-tahun, lumayan kan ada pemasukan rutin tiap bulannya. Belum lagi kalau menang lomba lainnya. Kirim tulisan ke surat kabar juga akan menambah penghasilan dan eksistansi kamu loh. Ikut proyek dosen atau jadi kaki tangan dosen juga bisa. Jadi Tour Guide, fotografer atau jual hasil karya kamu juga akan jadi uang. Intinya maksimalkan karya dan hobi kamu buat jadi uang. 

Save your money and create your accomplisment


 


                Intinya jangan banyak ngeluh sama rezeky, gak guna dan udah gak zaman lagi. Mahasiswa itu beda kayak waktu zaman jadi siswa dimana semua pilihan ditentukan bersama keluarga. Kalau kamu mahasiswa yang uang sakunya 4 kali lipat dari anak bidikmisi tapi merasa gak cukup, coba deh ganti gaya hidup kamu. Dijamin tiap 3 bulan kamu udah bisa ganti gadget, heheh. Gak sependek itu sih mikirnya, ya minimal kamu masih bisa sisihkan uang kamu buat teman-teman yang membutuhkan.
                Intinya satu sih, semua keputusan dan pilihan ada di tanganmu. Kamu yang menjalankan hidupmu. Usahakan jangan pernah memberikan kabar buruk sama orang tuamu tapi minta doanya dan beri mereka kabar baik saja. Jangan lupa mencoba jujur dan terbuka dengan teman-teman kamu karena mereka adalah keluargamu di perantauan. Apapun kondisimu jangan lelah untuk berkarya Karena Dunia menunggu karyamu.