Apa
bisa kita hidup mandiri di tanah orang? Bagaimana caranya hidup tanpa asupan
dana dari orang tua? Pertanyaan – pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang
selama ini sering ditanyakan pada saya, baik secara langsung maupun via media
sosial. Mohon maaf saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu secara langsung dan
detail. Semoga postingan ini bisa memberikan jawaban atau bisa menjadi
pembuktian bahwa ada orang yang ternyata bisa hidup bertahan dengan
keterbatasan dana.
***
JOGJA
dan dunia kampus mengajarkan saya banyak hal. Teman dan ilmu adalah bekal saya
untuk bisa hidup, sedangkan keluarga adalah alasan utama saya harus bertahan. Hidup
itu keras? Saya jawab iya, tapi kerasnya tekad kita akan mengalahkan segalanya.
Tinggal bersama orang lain berbeda dengan tinggal keluarga sendiri, itu adalah
hal yang tidak bisa dipungkiri sekalipun kamu tinggal bersama saudara. Saya
anak pertama dan kamu adalah anak terakhir, adakah yang membedakan cara
bertahan hidup? Saya jawab tidak, pengalaman mengajarkan segalanya, kedewasaan
adalah keharusan, dan bertahan adalah pilihan.
Ada
seorang mbak-mbak di kampus yang bilang “Tidak ada yang salah dalam sebuah
pilihan, yang salah adalah jika kita tidak mempertanggungjawabkan pilihan itu.”
Kuliah dan merantau ke Jogja adalah pilihan hidup saya, bukan orang tua saya.
Lalu siapakah yang bertanggung jawab penuh dalam kehidupan kedepannya? Ya jelas
adalah diri saya. Saya memutuskan untuk kuliah dan pergi jauh dari orang tua,
padahal orang tua telah menyarankan bekerja agar saya memiliki penghasilan.
Walau sedikit penghasilan lulusan anak SMA setidaknya semua lebih pasti
ketimbang kuliah yang entahlah bagaimana nantinya.
Mendaftar
beasiswa full (bidikmisi) merupakan langkah pertama yang saya ambil agar saya
bisa bertahan hidup saat kuliah, setidaknya saya tidak perlu pusing untuk
membayar SKS, BOP dan mendapat uang saku selama 4 tahun kedepan. Lalu bagaimana
jika masa kuliah saya melebihi 4 tahun? Saya rasa itu bisa saya pikirkan
ditahun terakhir.
Masa
dimana semua mahasiswa baru kampusku hidup bahagia. Diantar orang tuanya ke
Jogja, membawa beberapa koper pakaian baru yang nantinya akan dipakai kuliah,
membeli perlengkapan baru untuk mengisi kamar kos mereka dan tidak lupa
berjalan-jalan ria bahagia menikmati kota pelajar ini dengan keluarga besar
mereka. Saya memang tidak bisa seperti mereka tapi saya harus sebahagia mereka.
Saya harus tetap berangkat ke Jogja walaupun sendirian. Saya harus memiliki tempat
tinggal lengkap dengan isinya walaupun tidak di kamar kos pribadi. Saya dan
ayah mencoba mencari channel agar saya bisa masuk di asrama daerah, setidaknya
saya tidak perlu mengeluarkan uang banyak dalam hal tempat tinggal.
Mendapat
uang saku sebesar 600 ribu rupiah adalah hal yang sangat istimewa bagi saya,
nominal itu adalah nominal terbesar yang pernah saya terima kala itu. Lama-lama
saya mencoba menghitung apakah saya bisa bertahan dengan uang sebesar itu, atau
saya butuh sumber dana lain. Saya mencoba membandingkan uang saku saya dengan
teman saya, ternyata fantastic sekali besar nominal uang saku teman-teman. Ada
yang satu juta perbulan, dua hingga lima juta perbulan.
Saya
tidak bisa menjabarkan bagaimana cara saya memanfaatkan rupiah demi rupiah.
Saya hanya akan bercerita bagaimana gaya hidup yang saya jalankan dengan uang
saku sebesar itu. Mungkin ini bisa jadi tips bagi kalian nantinya, atau hanya
jadi perbandingan. Silahkan! Saya hanya bercerita kok.
Hidup
sederhana, sadar dengan kemampuan diri dan tidak berkaca pada orang lain adalah
cara saya bertahan hidup. Saya mencoba hidup sederhana dengan tidak mundur dari
lingkungan sosial. Saya selalu selalu berusaha menyempatkan waktu untuk ikut
bermain dengan teman-teman, makan bersama bahkan pergi belanja dengan mereka.
Harus sama tapi tidak persis itu yang saya maksud tidak berkaca pada orang lain
tapi mencoba hidup satu frame dengan mereka. Gitu sih intinya.
Gini
deh, misalnya saya dan teman saya sama-sama memiliki uang 10 ribu rupiah. Kami
ingin makan roti yang harganya 8 ribu rupiah. Teman saya mampu membelinya
begitupun saya, tapi apakah saya harus sama persis dengan teman saya membeli
roti yang 8 ribu itu? Enggak ada kewajibannya kok. Masih ada roti atau makanan
yang lain yang harganya lebih rendah dan saya lebih memilih untuk membelinya.
Setidaknya saya masih punya uang lebih hasil selisih harga roti 8 ribu itu
dimana selisih uang tersebut bisa saya sisihkan nantinya untuk membeli barang
yang saya inginkan. Inilah sederhana, sadar diri dan tidak berkaca dengan orang
lain yang saya maksud. Selagi kamu masih bisa hidup dan sehat dengan makanan
dan tempat tinggal murah kenapa kamu harus memilih yang lain.
Cara
lain saya bertahan hidup dengan uang saku yang minim adalah dengan
meminimalisir dana namun bisa ‘sekelas’ dengan orang kaya. Kalau
dihitung-hitung saya rasa memang uang 600 ribu itu tidak cukup untuk bertahan
hidup. Kita perlu membayar kos, makan selama 30 hari, uang transport, foto copy
an, laundry an, uang bedak bayar kas, bayar denda, uang pacaran *eeh, uang main
dan lainnya. Semoga setelah postingan ini uang saku untuk anak bidikmisi naik
yah. Hehe
Bisa
hidup ‘sekelas’ orang kaya itu maksudnya adalah kita sama-sama makan 2 kali
sehari, sama-sama minum susu, sama-sama pakai baju wangi laundry an, punya
bahan kuliah yang sama dan sama-sama bisa tidur nyenyak malam hari. Udah
kebayang belum? Udah ya.
Waktu
jaman kuliah sih, saya mencoba save beberapa uang saya untuk membeli penanak
nasi, gallon air, motor, setrika, buku-buku kuliah bahkan laptop keluaran
terbaru. Nah loh kok bisa belanja barang sebanyak itu? Alhamdulillah bisa.
Pakai uang apa? Pakai uang bidikmisi dan ditambah sedikiiiiit lagi keringat.
Setiap
kali saya makan, setiap kali juga saya masak. Saya gak punya waktu banyak dan
belum ahli masak jadi saya hanya masak nasi. Lumayan loh satu kilo beras yang
harganya 10 ribu bisa buat makan saya 1 minggu dan untuk lauk + sayur nya saya
hanya menghabiskan uang 7 ribu sehari. Itu saya udah bisa 2 kali makan sehari. Hayoo
coba dihitung berapa biaya yang saya keluarkan dalam satu minggu? Kalau makan
diluar, sekali makan aja minimal kita bisa menghabiskan uang 15 ribu rupiah.
Banyakkan selisihnya, makanya saya masih bisa membeli banyak barang dari hasil
selisih pengeluaran itu.
600
ribu itu saya akuin memang ga cukup buat hidup, walau itu di Jogja loh. Seperti
yang saya bilang tadi, kita butuh sedikiiiit lagi keringat buat bertahan hidup.
Sedikit itu segimana? Ya sedikit, ga banyak. Saya terbilang memiliki kesibukan
yang padat di kampus, jadi saya tidak bisa memilih untuk bekerja atau part time
di café dan restoran. Jadi saya lebih memilih membuat beberapa cerpen, karya
ilmiah dan tulisan untuk saya sertakan dalam beberapa perlombaan. Hasilnya
lumayan banget loh, kalau karyamu terkenal sekali saja terbit maka royalty bisa
turun hingga bertahun-tahun, lumayan kan ada pemasukan rutin tiap bulannya.
Belum lagi kalau menang lomba lainnya. Kirim tulisan ke surat kabar juga akan
menambah penghasilan dan eksistansi kamu loh. Ikut proyek dosen atau jadi kaki
tangan dosen juga bisa. Jadi Tour Guide, fotografer atau jual hasil karya kamu
juga akan jadi uang. Intinya maksimalkan karya dan hobi kamu buat jadi uang.
Save your money and create your accomplisment
|
Intinya
jangan banyak ngeluh sama rezeky, gak guna dan udah gak zaman lagi. Mahasiswa
itu beda kayak waktu zaman jadi siswa dimana semua pilihan ditentukan bersama
keluarga. Kalau kamu mahasiswa yang uang sakunya 4 kali lipat dari anak
bidikmisi tapi merasa gak cukup, coba deh ganti gaya hidup kamu. Dijamin tiap 3
bulan kamu udah bisa ganti gadget, heheh. Gak sependek itu sih mikirnya, ya
minimal kamu masih bisa sisihkan uang kamu buat teman-teman yang membutuhkan.
Intinya
satu sih, semua keputusan dan pilihan ada di tanganmu. Kamu yang menjalankan
hidupmu. Usahakan jangan pernah memberikan kabar buruk sama orang tuamu tapi
minta doanya dan beri mereka kabar baik saja. Jangan lupa mencoba jujur dan
terbuka dengan teman-teman kamu karena mereka adalah keluargamu di perantauan.
Apapun kondisimu jangan lelah untuk berkarya Karena Dunia menunggu karyamu.
waaaa, aku nge fans ah sama mbaaak :3
BalasHapushihi bisa aja
HapusSukses terus SiHo, selalu menginspirasi yah :)
BalasHapusHai Geb, semangat teruus rus rus
Hapusmengingatkanku pada diri sendiri bertahun-tahun silam. semoga anak-anakku bisa terinspirasi dari kisahmuSukses selalu ya...
BalasHapus