Siti Horiah mencoba kuat, seperti hujan yang tidak pernah lelah jatuh berkali-kali!

Kamis, 22 Mei 2014

Bukan sebuah Akhir, ini sebuah awal!



 (surat dari Anies Baswedan) 

Teman-teman Relawan Turun Tangan yang baik,
Alhamdulillah, saya menulis email ini dalam keadaan sehat wal afiat, bersemangat dan penuh rasa syukur. Semoga saat email ini sampai, Anda juga dalam keadaan sehat wal afiat.
Kita baru saja menyudahi sebuah fase perjuangan. Kita jalani dengan cara terhormat. Perjuangan bersama ini terasa cemerlang, bukan karena sorot lampu terang penuh rupiah. Perjalanan ini cemerlang karena kristal keringat relawan di seluruh negeri, karena sorot mata dan hati yang tulus. Ini yang membuat kita harus makin bersyukur.
Relawan Nol Rupiah hadir di saat Indonesia dibanjiri dengan politik uang. Hingga begitu banyak kiprah di politik yang dijadikan mata pencaharian. Di arena politik itulah keputusan tentang pangan, pendidikan, kesehatan, perekonomian dan sederet urusan penting lainnya dibuat. Tetapi ide dan semangat kerelawanan itu sering tersingkirkan dalam sebuah ikhtiar politik.
Di sini kita kembalikan semangat itu. Anda adalah bukti otentik bahwa tetap banyak anak bangsa yg tidak bisa dirupiahkan, yang bisa menjaga harga dirinya. Seperti yang sering dikatakan bahwa relawan tidak dibayar, bukan karena tak bernilai tetapi karena tak ternilai.
Teman-teman semua membuktikan bahwa kekuatan dan jaring bisa dibangun dengan ikatan bersimpulkan gagasan dan kepercayaan. Saat ini adalah lebih dari 27 ribu anak bangsa ikut berjalan bersama dalam barisan ini. Kita semua jalankan itu dengan cara terhormat. Semua relawan hadir dengan hati. Bekerja dengan sepenuh hati. Berkampanye di angkot, bus kota, kampus, kafe, kantor, di lingkungan tetangga, di lingkungan keluarga, via sms, sosial media. Membagikan koran, brosur dan bertutur pada sesama. Anda jalani karena percaya, Anda kerjakan karena kita yakin bahwa politik bersih itu hanya bisa dikerjakan secara bersama-sama. Tidak mungkin dikerjakan satu orang. Kita telah jadi bagian dari Indonesia baru, Indonesia bersih. Ini adalah pilihan sejarah. Sekecil apapun peran kita saat ini, kita sama-sama bisa berkata: saya tidak pernah jadi bagian yg membuat Indonesia keropos; saya jadi bagian yang meninggikuatkan Indonesia.
Setiap ada acara kumpul semua hadir dengan ongkos sendiri. Semua iuran. Kita semua pernah mengalami bahwa yang kita kerjakan ini tak selalu diterima, dipahami apalagi didukung oleh lingkungan kita. Cobaan-cobaan kecil macam itu bisa dan biasa kita hadapi. Sekaligus jadi bukti bahwa  hidup adalah perjuangan dan setiap kita adalah pejuang; karena itu kita pilih selalu hadapi dan kita akan terus memenangkan Indonesia!
Bagi mereka yang pernah mengikuti dan mengetahui gagasan turun tangan, umumnya setelah mempelajari lalu memahami dan mendukung. Karena memang gerakan ini sarat dengan unsur membangun kesadaran dan pendidikan politik dengan mengusung ide. Tetapi kita baru bergerak sejak September 2013. Sosialiasi tidak melalui iklan di televisi, radio atau media massa lainnya tetapi lewat media sosial dan kerja teman-teman relawan.
Walau ide dan gagasan turun tangan belum menjangkau sebagian besar penduduk di negeri tercinta ini, tetapi dalam survei sudah menunjukkan bahwa jutaan orang dewasa Indonesia mendukung. Ini adalah hasil kerja kolektif yang luar biasa. Apresiasi dan terima kasih pada semua yang memilih untuk ikut membuat jalan berbeda dalam berpolitik.
Perjuangan kita bukan bawa cita-cita untuk meraih otoritas. Kita membawa misi untuk dijalankan karena itu kita memerlukan otoritas. Kita membawa misi agar kebijakan yang dihasilkan oleh proses politik ini adalah kebijakan yang berfokus pada kualitas manusia berdaulat yang sehat, terdidik dan makmur dalam sebuah masyarakat yang berkepastian hukum. Indonesia yang berkeadilan sosial.
Perjuangan kita selama ini sudah berhasil membangun kesadaran bahwa orang baik harus turun tangan membantu orang-orang terpercaya agar bisa terpilih menjadi wakil rakyat dan menjadi pemegang otoritas kepemimpinan di pemerintahan. Jika proses politik yang terjadi tidak memungkinkan mendapatkan otoritas itu, sebagaimana yang dialami sekarang, maka kita akan terus bawa misi itu dalam berbagai kegiatan kita. Dan tentu saja misi inipun bisa dititipkan pada orang lain yang kita percayai serta bersedia untuk menjalankannya. 
Pada persiapan pemilihan presiden di bulan Juli nanti jangan segan untuk turun tangan. Anda lihat track-recordnya, kaji rencana kerjanya, kuasai informasi tentang mereka lalu tentukan pilihan. Ajak lingkungan Anda untuk berdiskusi, untuk memilih, untuk menentukan sikap. Jangan cari manusia sempurna. Sebagaimana yang selama ini sering dikatakan, tentukan pilihan serta bantu orang baik yaitu bersih dan kompeten. Apalagi jika orang baik itu bisa membawa kebaruan. Sayapun akan menentukan pilihan, pada siapa misi yang selama ini dibawa akan dititipkan dan tentu saja saya harus siap untuk turun tangan membantu jika diperlukan.
Mari kita teruskan ikhtiar turun tangan ini. Gerakan Turun Tangan ini akan terus kita rawat dan besarkan sama-sama. Kita tentu perlu berkumpul untuk mendiskusikan secara lebih jauh dan lebih detail tentang kegiatan yang bisa kita jalankan. Sama-sama kita jaga agar proses politik di Indonesia bisa menjadi proses yang terhormat. 
Sekali lagi, terima kasih. InsyaAllah dalam waktu dekat kita bisa bertemu dan berdiskusi lagi.
Salam hangat,
Anies Baswedan

Senin, 12 Mei 2014

Bergerak atau Tergantikan



Ketika kita melakukan sesuatu yang bermanfaat disini, banyak orang diluar sana yang mencacimaki tindakan kita. Ketika kita tidak tidur untuk membela yang lemah disini, ada banyak golongan diluar sana yang membicarakan kejelekan kita. Bahkan ketika kita berjuang untuk nama almamater di luar sana, ada banyak juga dari mereka yang menertawakan tingkah kita. 


Tetap tersenyum dengan kesederhanaan kita, itulah ungkapan yang tepat untuk keluarga kecil ini. Keluarga BEM KM UGM #bangkitbergerak 2013.

Terlalu banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa kuambil dari mereka.  Semuanya terlengkapi, ada cinta disini yang selalau mengiringi tawa ini, ada kasih disini yang selalu mendampingi malam-malam perjuangan itu, bahkan ada air mata yang jatuh bersamaan dengan derap langkah kami. Saat mereka mengajarkanku bagaimana artinya berjuang untuk suatu hal yang harus diperjuangkan, bahkan ketika kita harus berjuang sendirian. Mereka juga mengajarakanku bagaimana caranya tersenyum di tengah derasnya masalah yang melanda.
Organisasi kali ini bukan organisasi biasanya denga setumpuk laporan pertanggung jawaban atau proposal kegiatan. Mereka disini semuanya adalah keluarga tanpa terkecuali, terlalu banyak waktu yang dileawatkan bersama hingga lupa kita sudah satu tahun penuh bersama-sama berjuang. Terlalu berharga setiap malamnya untuk dilewatkan sendiri di dalam kamar. Kami semua memilih untuk berkumpul di tempat hangat tersebut walaupun hanya untuk saling berbagi keluh kesah sepanjang hari tadi, untuk bertukar pikiran atau sekedar membunyikan bait puisi tak bertuah semata, kadang ada saja cerita lucu yang terlontar untuk menghiasi wajah-wajah lelah para aktivis ini. 

Keluarga besar yang terbilang lengkap dengan sosok seorang ayah yang diberikan oleh sang ketua didalam rumah ini, beliau hanya terpaut dua hingga tiga tahun dari kami para staff biasa. Namun pembawaanya yang dewasa, membuat kami nyaman bersamanya. Bercerita banyak hal, hingga meminta pendapat tentang suatu keputusan yang bahkan tidak ada hubungannya dengan organisasi. Orang ini merangkul seluruh orang-orang yang berada di rumah ini. Dia tak henti-hentinya mengingatkan kita untuk selalu berbuat kebaikan. Tak pernah aku melihat kerutan kelelahan atau keputus asaan di wajahnya. Walaupun aku tahu, banyaknya cemoohan atau cibiran orang luar tentang pergerakan kami disini. Namun yang hanya dia tampakan adalah selalu goretan kegembiraan, kesenangan, dan kebahagiaan yang ingin ia tularkan pada kami semua disini. Terkadang ada yang hilang ketika dia tidak berada disini untuk waktu yang lama.
Sosok ibu diberikan oleh seluruh wanita hebat yang memimpin kami disini. Mereka selalu menjadi pelarian para staff ketika kami mengalami masalah. Yakinlah, para wanita ini selalu memiliki solusi dari segala masalah yang kita hadapi. Perantauan ini tidak sempurna berasa perantauan. Karena di tanah perantauan ini ada kalian semua, keluarga besar lengkap dengan kehangatan didalamnya, Kenyamana, dan inspirasi nyata kalian semua.
Saat kisah pendek ini dituliskan, kita sedang tidak bersama lagi. Telah ada keluarga baru yang mencoba menghiasi kami yang tersisa disini. Kalian kakak-kakak penginspirasi sudah menggenggam impian kalian masing-masing. Tersisa kami yang masih muda disini untuk meneruskan perjuangan kalian, pergerakan mahasiswa tidak akan pernah mati. Apapun keadaanya, bagaimanapun itu, kalian semua juga tidak tergantikan. Satu hal yang selalu aku dan staff lainnya ingat yaitu adalah “bergerak atau tergantikan!”

Cari kos-kosan atau Cari jodoh ??



            Hari ini gue sama temen gue, ulfah, pergi muter-muter lingkungan kampus buat nyari kos-kosan. Ya, kita berdua punya niat buat pindahan kos dari kos kita masing-masing dulu. Niatnya sih nyari yang lebih murah tapi gak murahan. Nyari yang enak tapi yang gak kelewatan enaknya, bahaya kalau nantinya kita bakal ngerasa lebih nyaman dikos dari kampus. Bisa-bisa kita gak pergi kekampus dan nongkrong seharian di kamar. Nyari yang sepi tapi juga gak kelewat sepi lah, biar bisa kalau lagi nonton film horor dikamar sendirian gak berasa banget takutnya. Sebenarnya kita punya kriteria sendiri masalah kosan yang bakalan kita tempatin nantinya. Klasik lah kriterianya sebagaimana kriteria umum kebanyakan mahasiswa kalau nyari kosan.

1.      Kita nyari kosan yang gak ada jam malem (ini adalah kriteria penting banget).
Gak akan bebas deh kalau punya kosan yang ada jam malemnya, apa lagi kita berdua adalah anak teknik. Gak akan bisa deh disuruh pulang kekosan sebelum magrib atau harus nelepon ibu kosnya kalau mau pulang lewat dari batas yang telah ditentukan. Sebenarnya alasan ini 75% dipakai untuk memperjuangkan hak bermain malem-malem (alias nongkrong) kalau alasan buat dipake kerja kelompok mah Cuma 10% (jarang-jarang kok teknik fisika punya tugas yang harus dikerjain sampai larut malam). Sisanya dipakai buat belanja, nyari makan atau sekedar main diluar kosan. 







            Beberapa kos yang kita temuin ternyata punya jam malem yang bener-bener kelewatan. Biasanya jam malem itu berlaku dari jam sembilan malem ke atas, for your information aja yah sebenernya jam malem itu bisa ditawar loh. Asalkan kita bisa negosiasi yang baik dengan ibu kos nya. Dan beberapa kos yang kita temuin hari ini terkadang ngasih toleransi sampai jam dua belas malem. Tapi beda sama kos yang kita temuin satu ini. Ibu pemilik kosnya sedikit freak, ya sebut saja ibu ini adalah ibu Murni.

Gue                  :“ibu ini ada jam malem nya?”
Ibu Murni        :”Ada dek, sesuai standar-standar kosan di Jogja.” (WTF, standar?? Ini ngomongin harga kosan apa ngomongin jam malem?)
Gue                  :”Jam sembilan yah bu?”
Ibu                   : (bengong sebentar) “Ya, tenang masih bisa ditawar kok.”
Gue                  :“oh ya bu, maksimal sampai jam berapa?” (sedikit lega karena ibunya bisa di nego)
Ibu Murni        :”setengah sepuluh ya!”
Gue                  : (tiba-tiba hilang dari hadapan si ibu)
            Ini ibunya gimana sih? Katanya boleh ditawar tapi kok Cuma setengah jam. Oke kebayang deh kalau kita jadi ngekos disitu.
2.      Kriteria kedua yang mendukung kenyamanan dalam dunia kos-kosan adalah murah semurah-murahnya tapi gak murahan (please kriteria ini gak bisa di abaikan, karena kita gak pernah tahu kapan saldo ATM kita akan terisi full dan cukup membayar kos tepat waktu).
Tenang aja semahal-mahalnya kos-kosan di Jogja lebih murah dari kos-kosan mahal di daerah lain seperti Jakarta, Bandung atau kota metropolitan lainnya. Ya, standarnyanya sih kemaren kita mencari kos-kosan yang harganya sekitar 300-350.000. Maklumlah mahasiswa yang bergantung hidupnya dengan beasiswa gak bisa asal sembarang pilih harga kosan. Yang ada besok kita tidur nyaman tapi gak bisa makan (ini sih sama aja, mending gue tidur ngegembel tapi perut dan biaya buku terpenuhi). Ada beberapa cerita lucu yang kita dapetin selama menjelajah hampir dua puluh rumah kos. Jangan sampai tertipu atau gagal move on eh maksudnya gagal nego dengan si ibu kos deh.
Gue                  :”Oh ya bu berapa harga sewa kamarnya?”
Ibu                   :”disini mah murah aja, standarnya tiga ratus ribu aja kok.”
Gue                  : (senyum-senyum sambil ngelus kartu ATM) “ oh gitu bu, itu udah semuanya?”
Ibu                   :”oh belum sama listrik dek.”
Gue                  : (pura-pura syok, biar ibunya kasihan) “emang berapa listriknya bu?”
Ibu                   : “tiga puluh ribu sebulan, et tapi inget gak boleh bawa magicom, dispender, kipas angin, radio, tv, printer atau alat elektronik lainnya kecuali hape dan laptop.” 
Gue                  : (pura-pura mati)
            Inget yah, murah tapi gak murahan. Dan sebaiknya kita perjelas dulu perjanjian di awal tentang bayar berbayar sebelum repot dibelakang, entah masalah periode bayar atau kenaikan harga kos yang tiba-tiba tak terkira.
3.      Sebenarnya point ketiga ini gak penting banget tapi ini memang menunjang kenyaman kita di dalam rumah kos. Ya, kriteria ketiga adalah  ‘tingkat kebaikan’ ibu atau bapak kos yang ada. (“Menurut lo?” )
Emang lu mau punya ibu kos yang tiba-tiba ngegedor kamar pagi-pagi, marah-marah karena lu gak membiarakan sebuah piring kotor tergeletak indah didepan kamar. Atau sekerdar lupa menaruh sepatu pada rak semestinya. Sumpah ini gak enak banget, kan gak lucu kalau tiba-tiba besok ada cerita tentang ‘kejamnya ibu kos’. Lagi-lagi ini cerita ibu murti, ibu kos yang bener-bener freak se-Jogja mungkin yah. Ibu ini kelewatan galaknya. Bayangkan betapa galaknya dia sama kita berdua, padahal status kita berdua saat itu adalah sebagai tamu. Gak kebayang deh gimana ibu itu memperlakukan anak-anak kos disana.
Gue                  :“Assalamualaikum, permisi!” (sambil buka pintu depan dan mengendap-ngendap masuk kedalam, diikuti Ulfah temen gue).
Ibu                   : (tiba-tiba muncul di jendela kecil rumahnya) “iya ada apa?”
Gue                  :”ini bu mau nanya kos-kosan!”
Ibu                   : (nunjuk ke pintu tempat kita masuk tadi) “mbak bisa baca tulisan dipintu itu kan?”
Gue                  :”Hah apa bu maksudnya?” (sambil baca tulisan di depan pintu “Harap Tutup kembali)
Ulfah               : (pura-pura mati)
            Yaelah bu galak amat yah, tinggal bilang aja sih suruh tutup pintunya. Gak usah pake kode-kodean segala, udah tau kita gak pernah nangkep kode siapapun *ehh. Kebayang deh pasti rumah kosnya banyak terdapat tulisan-tulisan pengumuman kecil atau semacam kode-kodean segala aturan yang ada disitu.
Gue                  : (membuka percakapan lagi) “ya bu, mau tanya kos-kosan disini.”
Ibu                   : (masih di jendela kecil rumahnya) “Maaf, kalau boleh tahu dari universitas mana yah?”
Gue                  : “ UGM bu!” (buset dah ini ibu kos atau petugas perpustakaan kota. Mau tau banget gue dari universitas mana)
Ibu                   : “Oh, semester berapa emang?” (masih dari jendela rumahnya)
Gue                  : (yaelah bu keluar kenapa, biar enak ngobrolnya) “ semester empat bu.”
Ibu                   : “Oh, tahun kedua berarti yah. Heem tanggung yah, saya nyari anak baru soalnya.”
Gue                  : (what?? Ibu maunya yang masih maba?? ini ibu kos atau ahsudahlah) “oh gitu yah bu yaudah deh”
Ibu                   : “tungu, kalau boleh tahu dari fakultas mana yah emangnya?”
Gue                  : “Dari Teknik bu!”
Ibu                   : “Apa dari teknik? Oh yaudah bentar yah ibu bukain pintunya?”
Gue                  : (WTF?? Tadi katanya dia mau cari anak yg bakal lama tinggalnya, mentang-mentang gue bilang fakultas teknik dia langsung mau bukain pintu. Berarti secara gak langsung nih ibu udah ngeramalin gue lulusnya bakal lama.)
Ulfah               : (oke bu cukup tahu)
            Yang kaya gini nih yang bahaya, belum juga ngekos udah dihina-hina. Ampun deh bu, saya cari kos lain aja yah bu.
4.      Ini kriteria yang paling dan sangat-sangatlah penting dalam mencari kos. Tanyakanlah segala peraturan dan reng-rengan yang terdapat dalam rumah itu. “Kamarku adalah singgasanaku” Gak maukan merasa tidak bebas didalam kamar sendiri. Jangan sampai kaya kos-kosan temen gue yang satu ini, peraturan kosnya ngalahin peraturan yang ada di asrama atau pesantren-pesantren lainnya

a.      Wajib sholat subhu, magrib, dan isya berjamaah di Mesjid belakang kos. ( #Subhanallah)
b.      Hari selasa jam 6-8 malam pada minggu kedua dan minggu ke empat akan diadakan siraman rohani (kajian) di dalam rumah kos. Semua penghuni wajib mengikutinya, kalau tidak lapor 1x24 jam sebelum hari pengajian. (ini ibu kos atau pak RT? )
c.       Dilarang sholat subhu terlambat, akan ada penggedoran kamar tiba-tiba setiap harinya.
d.      Bila tidak mematuhi segala peraturan maka akan diberikan surat peringatan hingga surat pengusiran. ( Gue       : (pura-pura mati)).
Tuh kan, ini kos-kosan atau pondok pesantren, sekalian aja bu ada peraturan dilarang pacaran atau IP tidak boleh dibawah angka tiga. Bagi siapa yang IP nya dibawah tiga maka harga kos-kosan ditambah lima puluh persen sampai IP kembali menjadi diatas tiga . 

Ini lah beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebelum mencari kos. Gue dan Ulfah yang sudah sangat menyerah dalam mencari kos-kosan akhirnya memutuskan untuk mencari kos melalui kakak senior ketimbang mencari kos door to door seperti ini. Ingat mencari kos-kosan itu seperti mencari yang jodoh. Carilah yang pas dan sejalan agar kita dapat dengan nyaman melalui hari-hari dan segala rintangannya esok hari. Sebenarnya gak ada yang perlu ditakuti terhadap segala hal, Cuma ada dua kemungkinan kok didunia ini ‘iya’ atau ‘tidak’. Jangan pernah takut untuk menolak sesuatu hal yang gak kita inginkan atau tidak sejalan dengan kita. “Selamat mencari kos baru!”